BlackBerry yang dulu dipuja-puja kini babak belur. Di jagat sistem operasi mobile pun BB kehilangan muka. Setelah tertinggal jauh dari Android dan iOS, giliran Microsoft yang mengangkanginya dengan Windows Phone per tahun ini. Di catatan Gartner, BlackBerry yang pernah menguasai 20 persen pangsa pasar hari ini bertengger di posisi empat dengan 6,1 juta unit ponsel di dunia, atau menguasai 2,7 persen pangsa pasar. Gadget yang satu ini 5 tahun yang lalu menjadi primadona semua kalangan tua dan muda namun bagaimana nasibnya sekarang, dengan serbuan smart phone berbasis Android dengan system komunikasi melalui pesan WhatsApp, Line dan We Chat?
Berikut sekilas gambaran BlackBerry saat ini. Senin pagi, 23 September 2013. Pekan baru dimulai. Suasana di Toronto Stock Exchange berjalan seperti biasa. Sejak pukul 07.00, papan bursa saham terus bergerak, mencatat tiap saat info pergerakan nilai saham 1.559 perusahaan publik di seantero Kanada. Hari itu, perdagangan kembali dibuka. BlackBerry memulai harinya dengan cukup baik. Di lantai bursa terbesar kedelapan di dunia itu —dengan nilai kapitalisasi pasar US$2,05 triliun itu– saham BB (kode perusahaan BlackBerry) stabil di level 9,08 dolar Kanada per lembar.
Menjelang pukul 09.00, segerombolan orang bersetelan jas sambil berbincang serius, tiba-tiba beranjak meninggalkan ruang utama di sisi tengah gedung TSX. Tak ada yang peduli. Hingga selang beberapa menit kemudian, awak bursa dikejutkan berita besar.
BlackBerry baru saja menandatangani perjanjian penjualan perusahaan dengan sebuah konsorsium yang dipimpin Fairfax Financial Holdings Limited. Tak disangka, dalam hitungan jam, nilai saham BlackBerry merangkak ke level 9,25 dolar Kanada per lembar. Ini berita segar untuk banyak pihak, terlebih BlackBerry.
Laksana bala tentara yang sedang kalah berdarah-darah, mantan raja ponsel pintar yang tengah sekarat itu menerima bala bantuan. BlackBerry, yang sesak akibat berita miring di media selama ini, hari itu bisa bernafas agak lega.
Penandatanganan yang tertuang dalam Letter of Intent (LOI) menyebutkan Fairfax akan membeli BB dengan taksiran nilai mencapai US$4,7 miliar, setara Rp53,7 triliun. Nanti, kalau jadi diteken, BlackBerry akan menerima US$9 untuk tiap lembar saham yang dibeli konsorsium itu secara tunai.
Tentu itu bukan tawaran yang buruk mengingat kondisi BlackBerry yang semakin hari semakin sakit. Ini peluang emas, harus dipikirkan masak-masak. Jika tidak diambil, belum tentu datang lagi. Memang nilainya tidak setinggi dulu, ketika posisi BlackBerry berjaya di tahun 2010. Tapi, setidaknya ini bisa menjadi batu loncatan BlackBerry untuk kembali bersinar di pentas ponsel pintar global.
Popularitas BlackBerry melejit di era 2008-2010. Mungkin beberapa dari Anda sudah meninggalkan perangkat ini. Namun, tak usah dipungkiri, nama itu masih akrab di telinga kita sampai hari ini. Memang, sejak pertengahan tahun 2010, nama BlackBerry meredup. Di percaturan ponsel global, perusahaan asal Kanada itu tergelincir. Pangsa pasarnya digerogoti Samsung, menyusul Apple, LG Electronics, dan Lenovo. BlackBerry kalah telak. Terlempar dari posisi lima besar.
Nilai sahamnya terjun bebas, dari 149,9 dolar Kanada per lembar pada Juni 2008 menjadi 7,73 dolar Kanada per hari ini.
Ada apa dengan BlackBerry?
Sejumlah analis menilai karier BlackBerry di pasar nyaris tamat. Kepercayaan publik terhadap BlackBery sebagai brand terkikis. Terlebih lagi, posisi Apple semakin cemerlang sejak meluncurkan iPhone di tahun 2007.
“BlackBerry benar-benar keliru membaca pasar. Mereka mengira konsumen senang bekerja dengan keyboard QWERTY. Padahal, tren berubah. Konsumen nyatanya lebih menyukai ponsel layar sentuh lebar, berkinerja cepat, dengan aplikasi-aplikasi yang menyenangkan. Mereka pun meninggalkan BlackBerry,” ujar Carment Levy, analis teknologi, saat diwawancarai BBC.
Mulai pertengahan 2010, iPhone pelan-pelan mencuri pangsa BlackBerry. Muncul iPhone 4 pada bulan Juni, disusul iPhone 4S pada bulan Oktober setahun berikutnya, yang tak disangka-sangka berhasil memutarbalik keadaan. Di Eropa dan Amerika, BlackBerry mulai tersungkur.
“Setelah beberapa tahun, mereka (BlackBerry) sadar dan buru-buru mengembangkan ponsel berlayar sentuh. Dimulai dari Z10. Sayang, semuanya terlambat. iPhone 5 sudah keburu meledak. Sementara itu Android semakin kuat. Dengan platform terbuka, mereka membanjiri pasar dengan ponsel-ponsel Samsung, LG, dan Lenovo. BlackBerry benar-benar kecolongan,” ujar Levy.
Tahun 2013 adalah tahun yang malang bagi BlackBerry. Kini, posisinya tidak lagi menghuni peringkat 10 besar pemimpin ponsel dunia. Perlahan tapi pasti, merek BlackBerry lengser. Sudah tidak dilirik. Gartner mencatat hanya ada 6,1 juta ponsel BlackBerry yang beredar di dunia saat ini; merosot dari angka 7,9 juta unit pada tahun sebelumnya.
Tak sampai di situ, perusahaan yang dulunya bernama Research In Motion (RIM) itu dilaporkan mencatat kerugian hingga US$965 juta alias Rp18 triliun per semester pertama tahun ini. Penjualan Z10 yang lesu dan tidak sesuai target, dijadikan kambing hitam.
BlackBerry berjuang berdarah-darah, semula dengan bertransformasi dari RIM, lalu meluncurkan sistem operasi terbaru BlackBerry OS 10. Hasilnya nihil.
Semua usahanya tidak berbuah manis. Ponsel pintar andalannya, Z10, tenggelam di pasar, dimakan dominasi iPhone dan ponsel-ponsel Android, seperti Samsung Galaxy.
Kondisi perusahaan yang carut-marut memaksa BlackBerry untuk mengencangkan ikat pinggang. Tak pelak, pada 20 September silam, 4.500 karyawan mereka rumahkan.
“Kami sedang berada dalam masa sulit. Tapi, kami harus kembali menjadi perusahaan yang kompetitif dan tetap menghasilkan keuntungan,” ujar Direktur Utama BlackBerry, Thorsten Heins, sebagaimana dilansir BBC.
Kini, BlackBerry menggantungkan nasibnya pada 8.200 karyawan yang tersisa. Mereka tersebar di 36 negara. Sebagai perbandingan, saat jaya dulu, BlackBerry pernah mempekerjakan lebih dari 20 ribu orang.